Transportasi Massa Pontianak Buruk, Turis Terpaksa Pilih Taxi

SEPI- Pengusaha opelet di Kota Pontianak ibarat mati suri. Biaya operasional tidak sebanding dengan jumlah penumpang yang hendak diangkut. Moda transportasi ini pun banyak yang gulung tikar FOTO: agus wahyuni

PONTIANAK, KB1- Jika Anda turis dan akan datang ke Pontianak, siapkan dana khusus untuk operasional untuk biaya transportasi. Maklum, kota ini sudah lama dikenal sebagai kota yang masih gagal menciptakan transportasi massa.

Setidaknya itulah menjadi cerita tersendiri bagi Sulistianti, tahun lalu. Pegawai rumah sakit di Magelang, saat menghadiri acara pertemuan di Kota Pontianak. “Begitu kami datang ke kota ini, dari hotel dan hendak berkunjung ke rumah sakit di Pontianak. Kami harus menggunakan taxi. Tarifnya juga cukup mahal,” tuturnya.

Tidak sampai di situ. Pengalaman lain juga diutarakan Rahmat, karyawan swasta perusahaan rokok di Pontianak. Setiap kali ia diutus perusahaan untuk terbang ke Jakarta, warga Jalan Danau Sentarum, Pontianak Kota ini terpaksa menyewa taxi, dri rumahnya ke Bandara Supadio.

“Tarifnya sekitar seratus ribuan,” katanya.

Tidak adanya transportasi massa yang nyaman dan terhubung antar wilayah, menumbuhkan ladang baru bagi para supir taxi maupun ojek di kota ini. Mulai kentara adalah taxi di Mal Ayani Pontianak.

“Opelet tidak ada yang mangkal, saya pun pernah naik taxi pulang ke rumah, karena tidak ada keluarga yang jemput,” kata Lusi, pegawai Pemprov Kalbar menceritakan pengalamannya, dari Mal menuju rumahnya, Jalan Imam Bonjol.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Pontianak, Fuji Hartadi, pada saat masih menjabat pernah mewacanakan akan trayek angkutan umum di kota ini. Ini mirip dengan sistem transportasi di Yogyakarta, seperti bus way.

Baca :  Pelantikan Pengurus Pontipreneur Masa Bakti 2023-2025

Ada sejumlah persiapan dilakukan, sebelum wacana ini diterapkan. Misalnya membangun trayek untuk terminal yang akan dijadikan satu rute, dengan menggunakan armada mini bus yang bisa membawa penumpang sebanyak belasan orang. Fuji sekarang sudah tidak lagi memimpin Dishub Pontianak. Sampai sekarang wacana itu belum terealisasi.

Kabid DLLAJ, Dishub Pontianak, Rendrayani menyebutkan, saat ini Pemkot akan menggandeng Damri dan pengusaha angkutan untuk merealisasikan transportasi massa modern. Sebelum mengarah ke arah itu, Pemkot masih membenahi pelebaran jalan. Menurutnya dibutuhkan jalan dengan lebar delapan meter agar armada bus bisa beroperasi dengan mulus.

Peneliti Untan Usulkan Sistem TDM

Dosen Fakultas Teknik Untan, Rudi S. Suyono dan Elsa Tri Mukti dalam penelitian pada kelompok kajian transportasi menawarkan konsep Transport Demand Management (TDM), cukup memberikan solusi mengatasi permasalahan lalu lintas di kota ini. Konsep TDM dapat diartikan sebagai serangkaian upaya untuk mempengaruhi perilaku perjalanan agar mengurangi atau mendistribusikan ulang permintaan perjalanan.

“Strategi penerapan TDM terbagi atas dua konsep dasar yaitu push strategy (pemberlakuan intensif negatif) dan pull strategy (pemberian insentif positif),” kata Rudi, dikutip transportciviluntan.

Ia menyebutkan, pemberlakuan intensif negatif bersifat memaksa, seperti pelaksanaan jalur tertib lalu lintas, sistem pajak kendaraan progresif, perbaikan manajemen dan pembatasan parkir di badan jalan serta pengetatan retribusi parkir termasuk road pricing.

Baca :  Pelantikan Pengurus Pontipreneur Masa Bakti 2023-2025

Sementara pemberian insentif positif, bersifat menarik pengguna untuk mengubah moda pergerakan seperti pembangunan jalur khusus sepeda, pejalan kaki dan angkutan umum. “Termasuk pemberian subsidi pada angkutan umum dan penggunanya,” jelasnya.

Hasil penelitian Rudi, Pontianak adalah kota yang cukup maju dengan jumlah penduduk dan kepemilikan kendaraan yang besar. Perkembangan ini berdampak pada permasalahan transportasi, khususnya lalu lintas di jalan. Pertumbuhan kendaraan yang tinggi mencapai 17 persen per tahun. Hal itu tidak seimbang dengan pertambahan panjang jalan dan penyediaan prasarana pendukung lainnya yang sangat kecil.

“Kondisi ini berdampak pada munculnya gejala kemacetan, kecelakaan dan berbagai masalah lalu lintas lainnya, “ katanya.

“Pembangunan prasarana mahal dan ketersediaan ruang yang terbatas sementara pembangunan prasarana tidak efektif memecahkan masalah,” tambah Rudi. Model penanganan dengan TDM bersifat jangka panjang, namun cukup murah karena dapat dilakukan subsidi silang antara strategi pemberlakuan intensif negatif dan positif.

“Dengan begitu diharapkan mampu menciptakan kota dengan sistem transportasi berkelanjutan dan kota layak huni secara berkesinambungan,” ungkapnya. (tan/ags)

Facebook Comments

Artikel ini telah dibaca 3851 kali