Pontianak, KalbarOke.com – Universitas Muhammadiyah Pontianak melalui BEM KM menggelar Workshop dan Festival Kebudayaan Masyarakat Adat yang diselenggarakan di Aula Lantai 3 pada Jumat 11 Juli 2025 kemarin. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman mahasiswa mengenai isu-isu yang dihadapi masyarakat adat.
Presiden Mahasiswa UM Pontianak, Muhammad Sher Khan, menegaskan pentingnya respon terhadap isu-isu masyarakat adat. Ia menyoroti kerentanan masyarakat adat terhadap kriminalisasi dari negara dan aparat dalam beberapa tahun terakhir.
“Kelompok-kelompok masyarakat adat ini rentan sekali mendapatkan kriminalisasi dari negara maupun alat negaranya,” ujar Muhammad Sher Khan. “Maka dari itu, kami mengangkat tema workshop ini untuk dapat menjadi perhatian rekan-rekan mahasiswa agar saling mengetahui dan memahami bahwa masyarakat adat di lingkungan kita itu sangat penting.”
Sher Khan menambahkan, sebelum terbentuknya negara, masyarakat adat telah beranak-pinak di wilayah Indonesia. Oleh karena itu, BEM KM UM Pontianak bekerja sama dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sebagai narasumber dalam kegiatan ini.
Kolaborasi ini diharapkan dapat terus berlanjut dalam bentuk kegiatan, kajian, dan gerakan untuk eksistensi masyarakat adat. Fokus ke depannya adalah mendesak percepatan perumusan, perancangan, dan pembahasan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat di Indonesia.
Wakil Rektor III UM Pontianak, Fuazen, mengapresiasi kegiatan ini. Ia menyampaikan terima kasih atas terselenggaranya kegiatan ini dan berharap dapat memberikan dampak positif, tidak hanya bagi kampus, tetapi juga untuk mendorong keberadaan masyarakat adat agar lebih diperhatikan sebagai komponen penting bagi negara.
“Saya selaku Wakil Rektor III sangat berbangga sekali bahwa BEM KM yang dimotori oleh presidennya, Saudara Sher Khan, dan kawan-kawan telah mengikuti rangkaian kegiatan ini,” kata Fuazen. Ia juga berharap kegiatan seperti workshop dan diskusi ini dapat menjadi budaya di lingkungan kampus, mengingat pentingnya penalaran dan penggalian keilmuan. Fuazen berharap akan ada kegiatan susulan yang mengakomodasi isu-isu di luar dunia pendidikan untuk dibawa ke kampus.
Sementara itu, Bobpi Kaliyono dari Biro Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan (OKK) AMAN Kalimantan Barat, menyampaikan bahwa workshop ini merupakan refleksi dari pergerakan dan perjuangan masyarakat adat di Kalimantan Barat dan seluruh Indonesia.
“Pemaparan materi yang saya sampaikan tadi, paling tidak bisa memberikan gambaran kepada teman-teman mahasiswa untuk melihat bahwa sebenarnya untuk melakukan penguatan dan juga meningkatkan eksistensi masyarakat adat itu perlu melibatkan semua elemen. Salah satunya adalah mahasiswa,” jelas Bobpi. Ia menegaskan bahwa mahasiswa adalah elemen penting dalam mengkampanyekan dan mengadvokasi permasalahan yang dialami oleh masyarakat adat. (GFM)
Artikel ini telah dibaca 182 kali