Miris! Kalbar Kehilangan 61 Persen Tutupan Hutan dalam Dua Dekade

Ilustrasi Akademisi Universitas Tanjungpura menyebut Kalimantan Barat kehilangan 61 persen tutupan hutan akibat ekspansi sawit, penebangan, hingga tambang. Keanekaragaman hayati pun kian terancam. Foto: pixabay

KalbarOke.com – Kalimantan Barat menghadapi ancaman serius akibat deforestasi. Dalam dua dekade terakhir, provinsi yang dilintasi garis khatulistiwa ini telah kehilangan lebih dari 61 persen tutupan hutannya akibat alih fungsi lahan, ekspansi perkebunan kelapa sawit, penebangan kayu, dan pertambangan.

Kondisi miris ini diungkapkan Dr. Hari Prayoga, akademisi Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, dalam Media Gathering Kolase Jurnalis Camp 2025 di Pontianak, Minggu 24 Agustus 2025.

“Pada tahun 2000, luas tutupan hutan Kalbar mencapai 13 juta hektare. Namun pada 2022 hanya tersisa sekitar 4,9 juta hektare. Artinya, dalam 22 tahun Kalbar kehilangan sekitar 8 juta hektare atau 61,5 persen hutan,” ungkap Hari.

Dominasi Sawit dan Deforestasi

Meski secara kasat mata Kalimantan masih terlihat hijau, Hari menegaskan bahwa sebagian besar kawasan kini didominasi perkebunan kelapa sawit. Lebih dari dua juta hektare lahan di Kalbar telah berubah menjadi kebun sawit, baik milik perusahaan maupun masyarakat.

Baca :  Kolase Journalist Camp 2025 di Pontianak: Jurnalis Bersatu Suarakan Pelestarian Ragam Hayati

“Banyak mahasiswa saya bercerita, orang tua mereka punya kebun sawit. Ada yang satu hektare, dua hektare, bahkan 10 hektare. Karena karet tidak lagi menjanjikan, masyarakat beralih ke sawit,” jelasnya.

Selain sawit, deforestasi juga dipicu penebangan kayu legal maupun ilegal serta aktivitas pertambangan bauksit, emas, nikel, dan pasir kuarsa. Hari menilai, cadangan pasir kuarsa Indonesia bisa menjadikan negara ini produsen panel surya terbesar di dunia, tetapi pengelolaannya sering tidak berpihak pada masyarakat lokal. “Masyarakat hanya jadi buruh, bukan pemilik,” tegasnya.

Ancaman Food Estate dan Fragmentasi Habitat

Hari juga menyoroti proyek pangan skala besar (food estate) yang berpotensi menimbulkan “zona mati ekologis” seperti pernah terjadi di Kalimantan Tengah pada 1990-an.

Baca :  Operasional Penuh Pelabuhan Kijing Terkendala Peralatan dan Infrastruktur Jalan

Meski demikian, Kalimantan tetap menyimpan kekayaan hayati luar biasa: lebih dari 15.000 jenis tumbuhan, 3.000 jenis pohon, 221 spesies mamalia, dan lebih dari 600 jenis burung. Namun, satwa ikonik seperti orangutan kini terancam oleh fragmentasi habitat, kebakaran hutan, dan perburuan.

“Kita kehilangan sepertiga hutan hanya dalam beberapa dekade. Fragmentasi membuat orangutan terisolasi dan rawan kawin kerabat. Jika kondisi ini terus berlanjut, keanekaragaman hayati kita akan hilang,” sesalnya.

Spesies Invasif dan Perubahan Iklim

Selain deforestasi, Hari menyebut ancaman lain datang dari spesies invasif seperti akasia, eceng gondok, ikan nila, dan ikan sapu-sapu yang menekan ekosistem asli Kalimantan. “Ancaman utama Kalimantan adalah deforestasi dan perubahan iklim. Jika hutan rusak, kita kehilangan fondasi kehidupan,” pungkasnya. (*/)

Facebook Comments

Artikel ini telah dibaca 80 kali