JAKARTA- Pengesahan Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah (UU Pilkada) lewat DPRD berbuntut panjang. Warga dari belahan kawasan melakukan aksi demo penolakan UU Pilkada tersebut, yang dianggap “merampas”hak politik rakyat.
Di Serang, Banten misalnya, puluhan mahasiswa melakukan aksi di depan kampus IAIN SMH Banten dengan membakar ban bekas sebagai bentuk kekecewaannya. “Kami kecewa dengan kinerja DPR yang tidak berpihak kepada rakyat. DPR harus mencabut kembali keputusan tersebut, ini pengkhianatan pada rakyat,” ungkap Haetami, salah satu orator, seperti dilansir Radar Banten, Sabtu (27/9).
Haetami mengungkapkan, dampak dari pemilihan oleh DPRD akan lebih parah kepada masyarakat, karena masyarakat tidak diberikan hak memilih sesuai harapan. “Nantinya gubernur atau bupati walikota akan mempertanggungjawabkan dirinya kepada dewan, bukan kepada masyarakat,” kata Haetam.
Selain di tanah air, aksi demo menolak UU Pilkada lewat DPRD juga dilancarkan masyarakat di Washington DC, Amerika Serikat. Tak tanggung-tanggung. Aksi warga ini bahkan dilakukan di depan di Willard InterContinental Hotel, Washington D.C, tak lain, tempat SBY menginap selama menjalani kunjungan kerja di negeri Paman Sam tersebut.
Spanduk berisi tudingan ke SBY pun dilayangkan oleh massa. Kalimat seperti, “Shame on SBY and his non Democrats”, “RIP Indonesia Democracy”, “Your Democratic Party is Sucks Just Like You” pun diperlihatkan. Tak ketinggalan juga tagar yang menjadi terpopuler di media sosial Twitter, #ShameOnYouSBY.
Tak cukup membawa spanduk, warga Indonesia di Amerika Serikat juga menyanyikan lagu Indonesia Raya di depan Hotel Willard. “Kita yakin dia (Presiden SBY) ga akan keluar dari hotel menemui kita dan kita juga ga harap karena udah ga ada gunanya #ShameOnYouSBY,” cuit Indie Indonesia 2019 di akun Twitter @IndieIndo2019, dikutip tempo.
Saat melakukan unjuk rasa, sejumlah warga di sana dihubungi juru bicara Presiden SBY untuk segera membatalkan unjuk rasa. Juru bicara Istana juga mengatakan SBY akan berbincang dengan para pendemo. “Kita jawab demo dulu baru ngobrol!” katanya.
“Semoga kita menyulut semangat rekan-rekan di tanah air untuk berjuang bersama demi NKRI yang bersih,” akun Twitter @IndieIndo2019 melanjutkan.
Seorang warga Indonesia yang bermukim di New Jersey AS, Made Tony Supriatma, di akun Facebook-nya, Sabtu (27/9/2014).
Made Tony Supriatma, yang lebih dikenal masyarakat sebagai peneliti militer dan pengamat masalah sosial politik ini, juga mengemukakan bahwa sebelum ada demo di Washington, dirinya bergabung dalam aksi serupa di New York beberapa hari sebelumnya. Namun saat itu mereka gagal menemui SBY.
“Ada kabar yang belum dapat saya konfirmasikan bahwa para demonstran diundang dinner ke dalam hotel Willard. Namun undangan ini mereka tolak mentah-mentah,” kata mantan aktivis dan alumnus FISIPOL Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan Universitas Cornell New York ini.
Made juga mengunggah sejumlah foto yang merekam aksi demo di Washington itu. Terkait aksi unjuk rasa di Washington itu, Made mengemukakan, banyak warga Indonesia di luar negeri sudah mulai bergerak karena mereka muak terhadap kemunafikan yang dipertontonkan rezim SBY.
“Kita semua muak dengan kemunafikan yang dipertontonkan oleh rezim SBY bersama keluarga dan kroni-kroninya. Kita muak dengan persekutuan senyapnya dengan Prabowo Subianto, Amien Rais, Aburizal Bakrie, Anis Matta, dan semua Koalisi Merah Putih itu,” kata Made, dikutip kompas.com
SBY Berdalih
Presiden SBY menepis tuduhan sebagian masyarakat bahwa dirinya tidak sungguh-sungguh menggolkan Pilkada langsung. SBY menegaskan Fraksi Partai Demokrat (FPD) sudah berjuang. Bahkan, SBY juga mengutus seseorang menemui pimpinan PDIP.
Menurut SBY, walk outnya Fraksi PD dari sidang paripurna DPR terjadi begitu cepat. FPD walk out, karena usulan Fraksi PD tentang Pilkada langsung dengan 10 syarat perbaikan ditolak semua fraksi.
“Prosesnya berlangsung cepat. FPD walk out, karena diditolak sama sekali. FPD melapor ke saya, kami tidak didengar, kami dilecehkan. Tidak mungkin kami memilih Pilkada lewat DPR atau Pilkada langsung begitu saja (tanpa ada syarat),” jelas SBY dalam jumpa pers di Hotel Willard Intercontinental, Washington, DC, Sabtu, dikutip detik.com pada (27/9/2014) sesaat sebelum bertolak menuju Jepang. SBY menanggapi polemik UU Pilkada ini setelah ditanya wartawan.
Pada saat sidang paripurna DPR, Kamis (25/9/2014) malam WIB, Presiden SBY sedang dalam perjalanan dari New York menuju Washington, DC lewat darat. Saat itu, SBY selalu mendapat laporan dari pimpinan PD terkait sidang itu, meski ada keterbatasan komunikasi.
Namun, di tengah-tengah proses di DPR itu, SBY sempat mengutus seseorang menemui pimpinan DPR yang kebetulan dari PDIP. “Ini sejarah. Dalam situasi itu, saya utus seseorang, tolong bicarakan dengan tuan A, kebetulan dari PDIP,” kata SBY.
SBY mengutus seseorang menemui pimpinan DPR dari PDIP itu untuk mengajak duduk bersama untuk menggabungkan dua opsi menjadi opsi Pilkada langsung dengan perbaikan. “Tapi saat itu dijawab, voting sudah dimulai,” terang SBY.
”Ada yang mengatakan SBY dan Megawati sama-sama jaga gengsi. Ini tidak benar!” sambung dia.
Yang benar, SBY kecewa karena opsi Pilkada langsung dengan perbaikan yang diusung FPD ditolak. ”Karena itulah, saya akan berjuang bersama rakyat untuk meninjau kembali UU tersebut. Saya akan tetap berjuang untuk Pilkada langsung dengan perbaikan-perbaikan mendasar,” kata SBY.
Dalam jumpa pers, SBY bersikukuh bahwa opsi Pilkada langsung dengan perbaikan ditolak semua fraksi. Namun, pengamatan wartawan saat sidang paripurna, anggota FPD walk out, pada saat PDIP, PKB, dan Hanura mendukung penuh opsi FPD itu.
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bakti, mengatakan masih ada cara bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memperbaiki citra dirinya terkait dengan pengesahan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah di DPR.
Cara pertama yang bisa dilakukan SBY, menurut Ikrar, adalah menolak menandatangani RUU Pilkada. “Kalau SBY tidak menandatangani, walaupun undang-undang itu akan berlaku, paling tidak orang lihat posisi dia seperti itu,” kata Ikrar dalam diskusi di Restoran Rarampa, Sabtu, 27 September 2014 dikutip tempo.com. “Memang nasi sudah menjadi bubur, tapi paling tidak citra dia masih bisa terselamatkan.”
Publik kini menyoroti keseriusan SBY dan Partai Demokrat yang mengaku mendukung pilkada langsung. Nah, cara kedua yang dapat ditempuh SBY, kata Ikrar, adalah mengajukan judicial review. “Apakah dia serius melakukan judicial review?” ujarnya. (berbagai sumber)
Artikel ini telah dibaca 1743 kali